Rabu, 18 Desember 2013

Sederhana, namun Tepat Menyentuh Isu yang Sensitif

Judul : Kramer vs. Kramer
Sutradara : Robert Benton
Pemain : Dustin Hoffman, Meryl Streep, Justin Henry
Genre : Drama
Tahun Rilis : 1979

Butuh bertahun-tahun, sejak rilis tahun 1979, hinga akhirnya saya mendapat kesempatan menonton film yang sempat berhasil meraih Best Picture di ajang Oscar ini. Dan walau awalnya saya tak berharap mendapatkan banyak hal dari film ini, surprisingly, i found it very personal on me, sentimental and it pulls me to write something about it. Kramer vs Kramer, berkisah tentang perjuangan seorang ayah, bernama Ted Kramer, dalam membesarkan putranya yang berusia tujuh tahun seorang diri pasca kepergian isterinya, Joanna Kramer, dalam keadaan depresi. Yang pada akhirnya berujung pada perebutan hak asuh anak.

Cukup mengejutkan karena tadinya kupikir film ini akan memperlihatkan bagaimana Dustin Hoffman (Ted) sebagai suami dan Meryl Streep (Joanna) sebagai isteri deal with their own conditions disertai percekcokan di antara mereka. Nyatanya, hampir di sepanjang film, Hoffman-lah yang mendominasi cerita ini, dan hanya memberikan Streep porsi yang bisa dibilang sangat sedikit. Joanna, isteri yang merasa dipenjarakan sekaligus diabaikan oleh suaminya, memutuskan untuk mengutuhkan kembali siapa dia yang sebenarnya dengan cara meninggalkan anak dan suaminya, dimana usaha Joanna untuk berubah tak diperlihatkan di film ini. Sedangkan Ted, suami yang akhirnya tersadarkan betapa abai dirinya setelah ditinggalkan isterinya, berusaha untuk menjadi ayah sekaligus ibu yang baik bagi putranya, dimana perjalanan ayah-anak ini dalam membina hubungan inilah yang akan memikat penonton. Well, Streep mungkin mendapat porsi yang kecil di film ini, tapi tak membuat ia dalam keadaan yang berat-sebelah. Sang director, Robert Benton, secara cerdas mengadaptasi kisah yang based on novel ini dengan menciptakan background yang kuat mengenai kondisi Joanna dan motif-motifnya, sehingga ketika cerita ini memasuki klimaks, perihal perebutan hak asuh, Joanna tidak begitu saja kehilangan rasa simpati dari penonton. Kita tahu Ted telah berjuang banyak demi anaknya, dengan segala kelucuan dan ketegangan yang tercipta di antara mereka, he made a success of engaging viewers, namun pada akhirnya kita tahu bahwa mereka berdua, Ted dan Joanna ada dalam kondisi yang even. We can't judge Streep just because he abandoned her son, dan kita tak bisa membela Hoffman hanya karena dialah yang mendapat porsi penampilan yang lebih besar. Kondisi kedua tokoh yang sedang berseteruh menjadikan kisah ini thoughtful, dan di sisi lain, apa yang mereka perjuangkan, dan bagaimana mereka memperjuangkan serta menyelesaikannya membuat kisah ini begitu movingThanks to both actors, baik Hoffman sebagai aktor utama, maupun Streep sebagai aktor pendukung memberikan penampilan yang cemerlang. Interaksi yang Hoffman jalin dengan puteranya terlihat begitu natural. Luar biasa, Hoffman bisa menghadapi sekaligus mengimbangi akting Justin Henry yang masih berumur 8 tahun saat itu.

Diceritakan secara rapi dan hati-hati, film ini sebenarnya telah memprovokasi masyarakat akan pola pikir mereka tentang equality of gender selama ini. Saya pernah membaca sebuah artikel yang menyatakan bahwa secara mengejutkan Kramer vs. Kramer menjadi film yang paling "sederhana" dalam sejarah Oscar yang memenangkan Best Picture. Namun setelah menyaksikannya sendiri, bagi saya film ini sebenarnya mewakili pola pikir dan hubungan yang terjalin antara wanita dan pria, suami dan isteri, yang bukan hanya ada di Amerika, tapi juga di seluruh penjuru dunia. Dan bukan hanya itu, isu tentang perceraian, tentang siapa yang lebih sakit, siapa yang lebih layak, dan siapa yang menjadi the real victim akan menjadikan film ini senantiasa timeless, dan saya rasa itulah alasan kemenangannya di Oscar. So, it's not that simple. Well, tak banyak film yang yang berusaha mengangkat isu yang sesensitif ini tanpa menjadi berat sebelah, namun Kramer vs. Kramer berhasil mengimbanginya. Benton menjadikan penonton berhenti bersikap judgemental & pesimis terhadap karakter-karakter yang ia ciptakan, dan sebagai gantinya, ia menyuruh penonton yang terlanjur terikat pada konfliknya, untuk mencari jalan keluarnya sendiri.



Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© Kelam Mencerahkan
Designed by restuwashere

Back to top